Wacana yang membedakan bahasa Indonesia pada tataran secara ilmiah & non ilmiah
WACANA ILMIAH :
MENGAPA KITA PERLU BANGGA PADA BAHASA INDONESIA
Seorang ahli politik dan pengarang dari Irlandia yaitu Thomas Osborne Davies (1814-1845) pernah menyampaikan pernyataan yang selalu menjadi catatan bagi para politikus, yaitu “A people without a language of its own, is only half a nation“. Artinya kurang lebih suatu bangsa (negara) yang tidak memiliki bahasa yang berasal dari miliknya sendiri, dianggap ’setengah bangsa’ atau bukanlah bangsa yang besar. Bisa diartikan bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki bahasanya sendiri. Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki bahasa nasionalnya sendiri.
Dapat dianalogikan, kita memiliki uang yang banyak namun uang milik orang lain, tidaklah kita patut berbagangga karena itu bukan uang milik kita. Lain halnya bila uang itu milik kita sendiri, kita patut berbangga karenanya. Kita patut berbangga terhadap milik kita sendiri.
Demikian halnya dengan keberadaan bahasa nasional kita, bahasa Indonesia. Bahasa ini milik kita sendiri. Bahasa ini berasal dari bahasa Melayu. Pemangku budaya bahasa Melayu adalah suku Melayu yang tinggal di Riau, yang memang dalam wilayah negara kita. Tidak ada alasan untuk tidak menerimanya dan tidak membanggakannya.
MENGAPA KITA PERLU BANGGA PADA BAHASA INDONESIA
Seorang ahli politik dan pengarang dari Irlandia yaitu Thomas Osborne Davies (1814-1845) pernah menyampaikan pernyataan yang selalu menjadi catatan bagi para politikus, yaitu “A people without a language of its own, is only half a nation“. Artinya kurang lebih suatu bangsa (negara) yang tidak memiliki bahasa yang berasal dari miliknya sendiri, dianggap ’setengah bangsa’ atau bukanlah bangsa yang besar. Bisa diartikan bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki bahasanya sendiri. Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki bahasa nasionalnya sendiri.
Dapat dianalogikan, kita memiliki uang yang banyak namun uang milik orang lain, tidaklah kita patut berbagangga karena itu bukan uang milik kita. Lain halnya bila uang itu milik kita sendiri, kita patut berbangga karenanya. Kita patut berbangga terhadap milik kita sendiri.
Demikian halnya dengan keberadaan bahasa nasional kita, bahasa Indonesia. Bahasa ini milik kita sendiri. Bahasa ini berasal dari bahasa Melayu. Pemangku budaya bahasa Melayu adalah suku Melayu yang tinggal di Riau, yang memang dalam wilayah negara kita. Tidak ada alasan untuk tidak menerimanya dan tidak membanggakannya.
WACANA NON ILMIAH :
MENYIKAPI FENOMENA FACEBOOK DENGAN BIJAK
Hampir di semua tempat dan kesempatan dapat dipastikan ada orang yang tengah asyik dengan Facebook, situs terbesar keenam di dunia yang paling banyak dikunjungi saat ini, termasuk di sekolah. Facebook, salah satu fenomena baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Siswa, karyawan, dan guru tengah “keranjingan” demam facebook melebihi ramainya isu flu babi yang melanda Kota Bandung. Ada apa dengan facebook ini, sehingga menjadi salah satu bagian dari kegiatan yang dilakukan pelaku pendidikan di sekolah?
Dengan facebook, kita bisa menjalin dan merajut kembali pertemanan yang sedang atau pernah terjadi dalam hidup kita, ditambah dengan berbagai aplikasi yang dapat mengekspresikan perasaan kita saat ini, baik berupa foto, video, note, bahkan gambar.
Yang paling menarik adalah saling memberikan komentar sesama teman atau rekan dengan berbagai aplikasi yang tersedia seperti foto, gambar, video, atau note. Dengan kelebihannya itulah maka facebook mampu menyita waktu dan kegiatan masyarakat, khususnya pelajar dan guru. Menyenangkan dan menghibur! Itulah kesan mereka yang keranjingan Facebook. Namun, sering kita menjadi lupa menetapkan prioritas dalam melakukan tindakan. Siswa terjebak rutinitas dalam membuka facebook, iseng memberikan komentar dan akhirnya sulit berhenti walaupun pembelajaran di kelas tengah berlangsung.
Bagaimanapun juga, Facebook merupakan perkembangan teknologi yang keberadannya sulit untuk dicegah. Yang penting, bagaimana kita memanfaatkan fasilitas tersebut untuk kepentingan dan kemajuan, terutama anak didik kita. Selanjutnya, meminimalkan dampak buruk dari maraknya penggunaan facebook. Untuk menyikapi hal tersebut, guru dan orang tua harus bijak menyikapinya.
Salah satu cara adalah dengan terlibat dalam komunitas, untuk mengetahui dunia mereka yang baru. Sekaligus dengan bijak memasukkan nilai dan cara memanfaatkan teknologi, untuk kepentingannya dalam mencari pengalaman dan pengetahuan melalui fasilitas facebook. Namun, yang harus dicermati adalah cara pendekatan yang dilakukan terhadap mereka, harus halus tanpa terkesan menasihati dan menggurui.Misalnya guru dapat menyampaikan informasi yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar seperti ulangan, tugas, atau remedial melalui facebook ini secara teratur.
Dengan demikian, kita coba mengarahkan rasa keingintahuan mereka kepada hal-hal yang relatif bersifat positif. jadi, siswa tidak akan merasa diarahkan secara represif untuk menghentikan kebiasaannya “ber-facebook” ria di kelas. Demikian juga dengan orang tua. Misalnya orang tua dapat memasukkan alamat facebook anaknya ke dalam komunitas keluarga besar. Dengan demikian, mereka dapat bersilaturahmi dengan keluarga secara intensif. Hal ini akan melahirkan kesadaran bahwa mereka adalah bagian dari suatu komunitas lainnya yang lebih luas dari sekadar teman sekolah.
Metode lainnya adalah dengan memanfaatkan facebook, untuk melakukan proses e-learning kepada siswa. Dengan kelebihan facebook, sebenarnya guru dapat menjadikan teknologi untuk berinteraksi dengan siswa tanpa batas tempat dan waktu. Dengan demikian, maka baik siswa maupun guru dapat terus berproses untuk bijaksana memanfaatkan segala bentuk kemajuan teknologi.
Sebagai proses pengenalan terhadap suatu teknologi, fenomena ini semoga hanyalah tren sesaat dan kemudian menghantarkan mereka untuk mengenal fasilitas teknologi, yang lebih bermanfaat bagi proses pembelajaran. Namun demikian, guru dan semua pihak tetap harus sabar mendampingi maraknya fenomena facebook secara berkelanjutan.
MENYIKAPI FENOMENA FACEBOOK DENGAN BIJAK
Hampir di semua tempat dan kesempatan dapat dipastikan ada orang yang tengah asyik dengan Facebook, situs terbesar keenam di dunia yang paling banyak dikunjungi saat ini, termasuk di sekolah. Facebook, salah satu fenomena baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Siswa, karyawan, dan guru tengah “keranjingan” demam facebook melebihi ramainya isu flu babi yang melanda Kota Bandung. Ada apa dengan facebook ini, sehingga menjadi salah satu bagian dari kegiatan yang dilakukan pelaku pendidikan di sekolah?
Dengan facebook, kita bisa menjalin dan merajut kembali pertemanan yang sedang atau pernah terjadi dalam hidup kita, ditambah dengan berbagai aplikasi yang dapat mengekspresikan perasaan kita saat ini, baik berupa foto, video, note, bahkan gambar.
Yang paling menarik adalah saling memberikan komentar sesama teman atau rekan dengan berbagai aplikasi yang tersedia seperti foto, gambar, video, atau note. Dengan kelebihannya itulah maka facebook mampu menyita waktu dan kegiatan masyarakat, khususnya pelajar dan guru. Menyenangkan dan menghibur! Itulah kesan mereka yang keranjingan Facebook. Namun, sering kita menjadi lupa menetapkan prioritas dalam melakukan tindakan. Siswa terjebak rutinitas dalam membuka facebook, iseng memberikan komentar dan akhirnya sulit berhenti walaupun pembelajaran di kelas tengah berlangsung.
Bagaimanapun juga, Facebook merupakan perkembangan teknologi yang keberadannya sulit untuk dicegah. Yang penting, bagaimana kita memanfaatkan fasilitas tersebut untuk kepentingan dan kemajuan, terutama anak didik kita. Selanjutnya, meminimalkan dampak buruk dari maraknya penggunaan facebook. Untuk menyikapi hal tersebut, guru dan orang tua harus bijak menyikapinya.
Salah satu cara adalah dengan terlibat dalam komunitas, untuk mengetahui dunia mereka yang baru. Sekaligus dengan bijak memasukkan nilai dan cara memanfaatkan teknologi, untuk kepentingannya dalam mencari pengalaman dan pengetahuan melalui fasilitas facebook. Namun, yang harus dicermati adalah cara pendekatan yang dilakukan terhadap mereka, harus halus tanpa terkesan menasihati dan menggurui.Misalnya guru dapat menyampaikan informasi yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar seperti ulangan, tugas, atau remedial melalui facebook ini secara teratur.
Dengan demikian, kita coba mengarahkan rasa keingintahuan mereka kepada hal-hal yang relatif bersifat positif. jadi, siswa tidak akan merasa diarahkan secara represif untuk menghentikan kebiasaannya “ber-facebook” ria di kelas. Demikian juga dengan orang tua. Misalnya orang tua dapat memasukkan alamat facebook anaknya ke dalam komunitas keluarga besar. Dengan demikian, mereka dapat bersilaturahmi dengan keluarga secara intensif. Hal ini akan melahirkan kesadaran bahwa mereka adalah bagian dari suatu komunitas lainnya yang lebih luas dari sekadar teman sekolah.
Metode lainnya adalah dengan memanfaatkan facebook, untuk melakukan proses e-learning kepada siswa. Dengan kelebihan facebook, sebenarnya guru dapat menjadikan teknologi untuk berinteraksi dengan siswa tanpa batas tempat dan waktu. Dengan demikian, maka baik siswa maupun guru dapat terus berproses untuk bijaksana memanfaatkan segala bentuk kemajuan teknologi.
Sebagai proses pengenalan terhadap suatu teknologi, fenomena ini semoga hanyalah tren sesaat dan kemudian menghantarkan mereka untuk mengenal fasilitas teknologi, yang lebih bermanfaat bagi proses pembelajaran. Namun demikian, guru dan semua pihak tetap harus sabar mendampingi maraknya fenomena facebook secara berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar